Maslahah Al Mursalah
MAKALAH
Disusun untuk
memenuhitugas mata kuliah
Ushul Fiqh yang diampu
oleh Bapak
Moch. Cholid Wardi, M.H.I
Oleh kelompok 6
1.
Qoriatul Ainiah
2.
Silfiana Fatimah
3.
Siska Marinda
4.
Siti Lutfia
PROGRAM
STUDI PERBANKAN SYARI’AH
JURUSAN
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PAMEKASAN
2018
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Assalamualaikum. Wr. Wb
Segala
puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua
sehingga kita dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan lancar dan tepat
pada waktunya, semoga apa yang kita lakukan bisa mendapatkan balasan yang
setimpal dari Allah.
Sholawat
serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW. Yang telah membawa kita dari alam jahiliyah ke alam yang penuh
barokah ini. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna.
Keberhasilan makalah
ini tidak lain juga disertai referensi-referensi serta bantuan dari pihak-pihak
yang bersangkutan. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen pengampu
mata kuliah Ushul Fiqh Moch. Cholid Wardi, M.H.I.
Pamekasan, 23 April 2018
Penulis Kelompok 6
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR.....................................................................................
i
DAFTAR
ISI...................................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN...............................................................................
1
A.
Latar
Belakang......................................................................................
1
B.
Rumusan
Masalah.................................................................................
2
C.
Tujuan...................................................................................................
2
BAB
II PEMBAHASAN................................................................................ 3
A.
Pengertian Maslahah Mursalah............................................................. 3
B.
Syarat-yarat Maslahah Mursalah..........................................................
5
C.
Dasar hukum Maslahah Mursalah.........................................................
6
D.
Macam-Macam Maslahah..................................................................... 7
E.
Kedudukan (kehujjahan) Maslahah Mursalah......................................
10
BAB
III PENUTUP......................................................................................... 12
A.
Kesimpulan........................................................................................... 11
B.
Saran..................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 13
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama Rahmatan lil ‘alamin yang dianugrahkan kepada seluruh umat manusia.
Seiring dengan perkembangan zaman, dalam situasi dan kondisi yang berubah-ubah
tentu akan menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai permasalahan-permasalahan
yang timbul di masyarakat, mulai dari masalah pribadi, keluarga, ekonomi, hukum,
dan lain-lain. Disinilah agama islam terbukti sebagai agama yang mampu menjawab
segala permasalahan dan sesuai dengan perkembangan zaman. Para ulama
mengeluarkan fatwa-fatwa yang bertujuan untuk menjawab permasalahan-permasalahan
tersebut, mewujudkan kemaslahatan dan mencegah atau menolak berbagai kerusakan
bagi umat manusia dengan menyesuaikan pada tujuan syari’at atau disebut dengan maslahah mursalah.
Seluruh hukum yang ditetapkan Allah swt.atas hamba-Nya
dalam bentuk suruhan atau larangan adalah mengandung Maslahat. Seluruh suruhan
Allah bagi manusia untuk melakukannya mengandung manfaat untuk dirinya baik
secara langsung maupun tidak.Begitu pula dengan semua larangan Allah untuk
dijauhi manusia.Di balik larangan itu terkandung kemaslahatan, yaitu
terhindarnya manusia dari kebinasaan atau kerusakan.
Dari penjelasan tersebut, tampak betapa pentingnya
maslahat dalam kehidupan manusia. Apalagi terkait dengan masalah-masalah yang
tidak ada petunjuk secara Syar’i baik dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi, maka
dengan merujuk kepada kemaslahatan manusia, masalah-masalah tersebut dapat
diselesaikan dengan pertimbangan akal, tetapi tidak keluar atau berpaling dari
tujuan Syara’. Salah satu bentuk ketetapan hukum yang membahas masalah tersebut
disebut dengan Maslahah Mursalah, yang selanjutnya akan dibahas dalam
makalah ini.
A.
Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian dari maslahah mursalah?
2. Apa saja syarat-syarat
dari maslahah mursalah?
3. Apa saja dasar
hukum dari maslahah mursalah?
4. Apa saja
macam-macam maslahah?
5. Bagaimana
kedudukan (kehujjahan) dari maslahah
mursalah?
B.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pegertian dari maslahah
mursalah
2. Untuk mengetahui syarat-syarat dari maslahah mursalah
3. Untuk
mengetahui dasar hukum dari maslahah
mursalah
4. Untuk
mengetahui macam-macam maslahah
5. Untuk
mengetahui kedudukan (kehujjahan) dari maslahah
mursalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Maslahah Mursalah
Maslahah
mursalah menurut lugat terdiri atas dua kata yaitu maslahah dan mursalah.
Kata maslahah berasal
dari kata kerja bahasa arabصلح- يصلحmenjadiصلحا atauمصلحۃyang berarti sesuatu yang
mendatangkan kebaikan. Sedangkan kata Mursalah
berasal dari kata kerja yang ditafsirkan sehingga menjadi isim maf’ul, yaitu:
(مرسل)-(ارسالا)-(يرسل)-(ارسل) menjadi (مرسل) yang berarti diutus,
dikirim atau dipakai (dipergunakan).
Perpaduan dua kata menjadi “Maslahah
mursalah” yang berarti prinsip
kemaslahatan (kebaikan) yang
dipergunakan menetapkan suatu hukum Islam.Juga dapat berarti, suatu perbuatan yang mengandung nilai baik
(bermanfaat).[1]
Ada beberapa rumusan definisi yang
berbeda tentang Maslahah mursalah
ini, namun masing-masing memiliki kesamaan dan berdekatan pengertiannya.
Diantara definisi tersebut adalah:
1.
Al-Ghazali dalam kitab al-Mustasyfa
مَالَمْ يَشْهَدْ لَهُ مِنَالشَّرْعِ بِالْبُطْلاَنِ وَلاَبِالْاِعْتِبَارِ
نَصٌّ مُعَيَّنٌ
Apa-apa (maslahah) yang tidak ada
bukti bagiannya dari syara’ dalam bentuk nash tertentu yang membatalkannya dan
tidak ada yang memerhatikannya.
2.
Al-Syaukani dalam kitab Irsyad al-Fuhul memberikan definisi:
الْمُنَا
سِبُ الَّدِى لاَيَعْلَمُ اَنَّ الشَّارِعَ اَلْغَاهُ اَوِاعْتَبَرَهُ
Maslahah yang tidak diketahui apakah
syari’ menolaknya atau memperhitungkannya.
3.
Ibnu Qudamah dari ulama Hanbali memberi rumusan:
مَالَمْ
يَشْهَدْ لَهُ اِبْطَا لٌ وَلاَاِعْتِبَارٌ مُعَيِّنٌ
Maslahat yang tidak ada bukti
petunjuk tertentu yang membatalkannya dan tidak pula yang memerhatikannya.
Selain definisi diatas, masih banyak
definisi lainnya tentang Maslahah Mursalah,
namun karena pengertiannya hampir bersamaan, tidak perlu dikemukakan semuanya.
Dari beberapa rumusan definisi
diatas, dapat ditarik kesimpulan tentang hakikat dari Maslahah Mursalahtersebut, sebagai berikut:
1.
Ia adalah sesuatu yang baik menurut akal dengan
pertimbangan dapat mewujudkan kebaikan-kebaikan atau menghindarkan keburukan
bagi manusia;
2.
Apa yang baik menurut akal itu, juga selaras dan
sejalan dengan tujuan syara’ dalam
menetapkan hukum;
3.
Apa yang baik
menurut akal dan selaras pula dengan tujuan syara’
tersebut tidak ada petunjuksyara’secara
khusus yang menolaknya, juga tidak ada petunjuk syara’ yang mengakuinya.[2]
Kemaslahatan yang Syar’i adalah kemaslahatan-kemaslahatan
yang selaras dengan tujuan syara’ (maqashid syari’ah), dan ditegaskan oleh
dalil khusus dari Al-Qur’an atau sunnah, atau ijma’, atau qiyas.[3]
Dengan demikian, Al-Maslahah Mursalah adalah suatu
kemaslahatan yang tidak mempunyai dasar dalil, tetapi juga tidak ada
pembatalnya. Jika tidak terdapat suatu kejadian yang tidak ada ketentuan
syari’at dan tidak ada illat yang
keluar dari syara’ yang menentukan
kejelasan hukum kejadian tersebut, kemudian ditemukan sesuatu yang sesuai
dengan hukum syara’, yakni suatu
ketentuan yang berdasarkan pemeliharaan kemadaratan atau untuk menyatakan suatu
manfaat, maka kejadian tersebut dinamakan Maslahah
Mursalah. Tujuan utamanya adalah kemaslahatan; yakni memelihara dari
kemadaratan dan menjaga kemanfaatannya.[4]
B.
Syarat-syarat
Maslahah Mursalah
Di dalam Maslahah mursalah terdapat beberapa syarat-syarat tertentu yang
harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut:
1.
Maslahahmursalah
itu adalah maslahah yang hakiki dan bersifat umum,
dalam arti dapat diterima oleh akal sehat bahwa ia betul-betul mendatangkan
manfaat bagi manusia dan menghindarkan mudarat dari manusia secara utuh.
2.
Yang dinilai akal sehat sebagai suatu maslahah yang hakiki betul-betul telah sejalan dengan
maksud dan tujuan syara’dalam
menetapkan setiap hukum, yaitu mewujudkan kemaslahatan bagi umat manusia.
3.
Yang dinilai akal sehat sebagai suatu mashlahah yang hakiki dan telah sejalan denagan tujuan syara’ dalam menetapkan hukum itu tidak
berbenturan dengan dalil syara’yang ada, baik dalam bentuk nashAl-Qur’an dan Sunah, maupun ijma’
ulama terdahulu.
4.
Maslahah
mursalah itu diamalkan dalam kondisi yang memerlukan, yang seandainya masalahnya
tidak diselesaikan denagan cara ini, maka umat akan berada dalam kesempitan
hidup, dengan arti harus ditempuh untuk menghindarkan umat dari kesulitan.[5]
C.
Dasar hukum
Maslahah Mursalah
Ada beberapa dasar hukum Maslahah mursalah, yaitu:
1.
Al-Quranul Karim
Ayat yang dijadikan hujjah adalah surat Yunus 57
يَآءَيُّهَاالنَّاسُ
قَدْجَآءتْكُمْ مَّوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِىالصُّدُوْرِوَهُدًى
وَرَ حْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ.
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari tuhanmu
dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berbeda dalam dada dan petunjuk dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman.”
2.
Hadist Nabi
Hadist yang dipakai sebagai kehujjahan Maslahah mursalah adalah sabda Rasul
SAW, riwayat dari Ibnu Majah dan Darquthni, yang artinya:
“tidak boleh
berbuat madlarat dan saling memadlaratkan.”
3.
Perbuatan para sahabat dan ulama salaf
Para sahabatpun seperti sahabat, Abu Bakar Shiddiq,
Umar bin Khattab dan juga sebagian imam madzhab telah mensyariatkan aneka ragam
hukum berdasarkan prinsip maslahah, selain itu, kehujjahan maslahah mursalah
juga didukung oleh dalil-dalil aqliyah seperti yang dikemukakan oleh Abdul
Wahab Kholaf yang menyatakan bahwa kemaslahatan manusia itu selalu actual dan
tidak ada habisnya, oleh karena itu jika tidak ada syariah hukum yang berkenaan
dengan masalah baru yang terus berkembang dan pembentukan hukum hanya
berdasarkan prinsip yang mendapat pengakuan Syar’i
saja, maka pembentukan hukum akan berhenti dan kemaslahatan yang dibutuhkan
manusia disetiap masa dan tempat akan terabaikan.[6]
D.
Macam-macam
Maslahah Mursalah
Ulama Ushul membagi maslahah menjadi
beberapa bagian, dilihat dari beberapa segi yaitu:
1.
Dari segi kekuatannya sebagai hujjah dalam menetapkan
hukum, maslahah ada tiga macam, yaitu:
a.
Maslahah
Dhururiyah(المصلحةالضرورية)
Adalah kemaslahatan yang keberadaannya sangat
dibutuhkan oleh kehidupan manusia, artinya, kehidupan manusia tidak punya arti
apa-apa bila satu saja dari prinsip yang lima itu tidak ada.[7]Atau
dapat pula diartikan sebagai perkara-perkara yang menjadi tempat tegaknya
kehidupan manusia, yang bila ditinggalkan, maka rusaklah kehidupan,
merajalelalah kerusakan, timbullah fitnah, dan kehancuran yang hebat.
Perkara-perkara ini dapat ini dapat dikembalikan kepada lima perkara yang
merupakan perkara pokok yang harus dipelihara, yaitu: agama, jiwa, akal,
keturunan, dan harta.
Di antara Syari’at yang diwajibkan memelihara agama
adalah kewajiban jihad (berperang membela agama) untuk mempertahankan akidah
Islamiyah.
Di antara Syari’at yang diwajibkan untuk memelihara
jiwa adalah kewajiban untuk berusaha memperoleh makanan, minuman, dan pakaian
untuk mempertahankan hidupnya.
Di antara Syari’at yang diwajibkan untuk memelihara
akal adalah kewajiban untuk meninggalkan minum khamar dan segala sesuatu yang
memabukkan
Di antara Syari’at yang diwajibkan untuk memelihara
keturunan adalah kewajiban untuk menghindarkan diri dari berbuat zina.
Di antara Syari’at yang diwajibkan untuk memelihara
harta adalah kewajiban untuk menjauhi pencurian.[8]
b.
Maslahah Hajiyah(المصلحةالحاجية)
Adalah kemaslahatan yang tingkat kebutuhan hidup
manusia kepadanya tidak berada pada tingkat dharuri.
Bentuk kemaslahatannya tidak secara
langsung bagi pemenuhan kebutuhan pokok yang lima (dharuri), tetapi secara tidak langsung menuju ke arah sama seperti
dalam hal yang memberi kemudahan bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia.
Contohnya; menuntut ilmu agama untuk tegaknya agama, makan untuk kelangsungan
hidup, dan lain-lain.[9]
Hajiyah ini tidak
rusak dan terancam, tetapi hanya menimbulkan kepicikan dan kesempitan, dan hajiyah ini berlaku dalam lapangan
ibadah, adat, muamalat, dan bidang jinayat.
Dalam hal ibadah misalnya, qashar shalat, berbuka
puasa bagi yang musafir.Dalam hal adat dibolehkan berburu, memakan, dan memakai
yang baik-baik dan yang indah-indah.Dalam hal muamalat, dibolehkan jual beli
secara salam, dibolehkan talak untuk menghindarkan kemaslahatan dari suami
istri.Dalam hal uqubat/jinayat,
menolak hudud lantaran adalah kesamaan-kesamaan pada perkara.
Hajiyah ini,
memelihara kemerdekaan pribadi, kemerdekaan beragama.Sebab dengan adanya
kemerdekaan pribadi dan kemerdekaan beragama, luaslah gerak langkah hidup
manusia.Melarang/mengharamkan rampasan dan penodongan termasuk juga ke dalam
lingkungan hajiyah.[10]
c.
Maslahah
Tahsiniyah(المصلحةالتحسينسة)
Adalah maslahah yang kebutuhan hidup manusia kepadanya
tidak sampai tingkat dharuri, juga
tidak sampai tingkat hajiyah, namun
kebutuhan tersebut perlu dipenuhi dalam rangka memberi kesempurnaan dan
keindahan bagi hidup manusia.
2.
Dari adanya keserasian dan kesejalanan anggapan baik
oleh akal dengan tujuan syara’ dalam
menetapkan hukum. Maslahah terbagi
menjadi tiga jenis:
a. Maslahah Al-Mu’tabarah
Adalah maslahah yang diperhitungkan oleh syari’.Maksudnya, ada petunjuk dari syari’, baik langsung maupun tidak langsung,
yang memberikan petunjuk pada adanya maslahah yang menjadi alasan dalam
menetapkan hukum. Dari langsung tidak langsungnya petunjuk (dalil) terhadap Maslahah tersebut, maslahah terbagi dua yaitu:
·
Munasib Mu’atstsir
·
Munasib Mulaim
b.
Maslahah
Al-Mulghah atau Maslahah yang ditolak
Adalah Maslahah yang dianggap baik oleh akal,
tetapi tidak diperhatikan oleh Syara’
dan ada petunjuk Syara’ yang
menolaknya. Hal ini berarti akal menganggapnya baik dan telah sejalan dengan
tujuan Syara’, namun ternyata Syara’ menetapkan hukum yang berbeda
dengan apa yang dituntut oleh maslahah itu.
c. Maslahah Al-Mursalah atau yang disebut istshlah
Adalah apa
yang dipandang baik oleh akal, sejalan dengan tujuan Syara’ dalam menetapkan hukum, namun tidak ada petunjuk Syara’ yang memperhitungkannya dan tidak
ada pula petunjuk Syara’ yang
menolaknya.[11]
E.
Kedudukan
(kehujjahan) maslahah mursalah
Dalam kehujjahan Maslahah Mursalah,
terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama ushul di antaranya:
a.
Maslahah mursalah
tidak dapat menjadi
hujjah/dalil menurut ulama-ulama Syaf’iyyah, ulama-ulama Hanfiyyah, dan
sebagian ulama malikiyah, seperti Ibnu Hajib dan ahli zahir.
b.
Maslahah mursalah
dapat
menjadi hujjah/dalil menurut sebagian ulama Maliki dan sebagian ulama Syafi’i,
tetapi harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh ulama-ulama
ushul. Jumhur Hanafiyyah dan Syafi’iyyah mensyaratkan tentang Maslahah ini, hendaknya dimasukkan di
bawah qiyas, yaitu bila terdapat
hukum ashl yang dapat diqiyaskan kepadanya dan juga terdapat illat mudhabit (tepat), sehingga dalam
hubungan hukum itu terdapat tempat untuk merealisir kemaslahatan yang
dibenarkan syara’, tetapi mereka
lebih leluasa dalam menganggap Maslahah
yang dibenarkan syara’, karena
luasnya pengetahuan mereka dalam soal pengakuan syar’i (Allah) terhadap illat
sebagai tempat bergantungnya hukum, yang merealisir kemaslahatan.
c.
Imam AL-Qarafi berkata tentang Maslahah Mursalah:
“sesungguhnya berhujjah dengan Maslahah Mursalah
dilakukan oleh semua mazhab, karena mereka melakukan qiyas dan mereka
membedakan antara satu dengan lainnya karena adanya ketentuan-ketentuan hukum
yang mengikat.”[12]
Terdapat dua alasan ulama yang
menjadikan Maslahah Mursalahsebagai hujjah, yaitu sebagai berikut:
·
Kemaslahatan umat manusia itu selalu baru dan tidak
ada habisnya.
·
Orang yang mau meneliti penetapan hukum yang dilakukan
para sahabat Nabi, tabi’in dan imam-imam mujtahid akan jelas bahwa banyak
sekali hukum yang mereka tetapkan demi menerapkan kemaslahatan umum, bukan karena
ada saksi dianggap oleh syari’.[13]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Maslahah
Mursalah adalah suatu kemaslahatan yang tidak mempunyai dasar dalil, tetapi juga
tidak ada pembatalnya.
Syarat-syarat
Maslahah mursalah:
1.
Maslahahmursalah
itu adalah maslahah yang hakiki dan bersifat umum,
dalam arti dapat diterima oleh akal sehat.
2.
Yang dinilai akal sehat sebagai suatu maslahah yang hakiki betul-betul telah sejalan dengan
maksud dan tujuan syara’ dalam
menetapkan setiap hukum.
3.
Yang dinilai akal sehat sebagai suatu mashlahah yang hakiki dan telah sejalan denagan tujuan syara’ dalam menetapkan hukum itu tidak
berbenturan dengan dalil syara’yang ada.
4.
Maslahah
mursalah itu diamalkan dalam kondisi yang memerlukan, yang seandainya masalahnya
tidak diselesaikan denagan cara ini, maka umat akan berada dalam kesempitan
hidup, dengan arti harus ditempuh untuk menghindarkan umat dari kesulitan.
Macam-macam
maslahah:
1.
Dari segi kekuatannya sebagai hujjah dalam menetapkan
hukum, maslahah ada tiga macam, yaitu:
·
Maslahah
Dhururiyah (المصلحةالضرورية)
·
Maslahah
Hajiyah (المصلحةالحاجية)
·
Maslahah
Tahsiniyah (المصلحةالتحسينسة)
2.
Dari adanya keserasian dan kesejalanan anggapan baik
oleh akal dengan tujuan Syara’ dalam
menetapkan hukum. Maslahah terbagi
menjadi tiga jenis:
·
Maslahah
Al-Mu’tabarah
·
Maslahah
Al-Mulghah
·
Maslahah
Al-Mursalah
B. Saran
Dengan dibuatkan
makalah Maslahah Mursalahdiharapkan pembaca dapat memahami serta
mengerti apa yang dijelaskan dalam makalahini.kami menyampaikansemoga pembaca
tidak menyalahgunakan pengertian dan memahami maksud dari Maslahah
Mursalah.
Makalah ini kami buat
sesuai sumber dan refrensi dari buku yang kami baca namun kami menyadari banyak
ketidak sempurnaan dalam makalah ini. Oleh karena itu, jika pembaca mendapatkan
sumber-sumber atau refrensi lain yang dapat menunjang perbaikan makalah ini,
kami ucapkan mohon maaf jika ada kesalahan penulisan dalam penulis
DAFTAR PUSTAKA
·
Syarifuddin, Amir.Ushul Fiqih Jilid 2. Jakarta: Kencana. 2008.
·
Syafe’i, Rahmat.Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: CV Pustaka Setia.2015.
·
Uman, Chairul.Ushul Fiqih 1. Bandung: CV Pustaka Setia. 1998.
·
Wahhab Khallaf, Abdul. Ilmu Ushul Fikih. Jakarta: Pustaka
Amani.2003.
·
‘Al Abdul, Hayy
Abdul. Pengantar Ushul Fiqih.
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar