Senin, 28 Mei 2018

Maslahah Al Mursalah


Maslahah Al Mursalah

MAKALAH

Disusun untuk memenuhitugas mata kuliah
Ushul Fiqh yang diampu oleh Bapak
Moch. Cholid Wardi, M.H.I


                                                               Oleh kelompok 6
                                                                  1. Qoriatul Ainiah
                                                                  2. Silfiana Fatimah
                                                                  3. Siska Marinda
                                                                  4. Siti Lutfia
                                              

                                               

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH
JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PAMEKASAN
2018



KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim
Assalamualaikum. Wr. Wb
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua sehingga kita dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan lancar dan tepat pada waktunya, semoga apa yang kita lakukan bisa mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW. Yang telah membawa kita dari alam jahiliyah ke alam yang penuh barokah ini. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Keberhasilan makalah ini tidak lain juga disertai referensi-referensi serta bantuan dari pihak-pihak yang bersangkutan. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah Ushul Fiqh Moch. Cholid Wardi, M.H.I.


Pamekasan, 23 April 2018


Penulis Kelompok 6





                                                    DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1     
A.  Latar Belakang...................................................................................... 1     
B.  Rumusan Masalah................................................................................. 2
C.  Tujuan................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 3
A.    Pengertian Maslahah Mursalah............................................................. 3
B.     Syarat-yarat Maslahah Mursalah.......................................................... 5
C.     Dasar hukum Maslahah Mursalah......................................................... 6
D.    Macam-Macam Maslahah..................................................................... 7
E.     Kedudukan (kehujjahan) Maslahah Mursalah...................................... 10
BAB III PENUTUP......................................................................................... 12
A.    Kesimpulan........................................................................................... 11
B.     Saran..................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 13









BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Islam merupakan agama Rahmatan lil ‘alamin yang dianugrahkan kepada seluruh umat manusia. Seiring dengan perkembangan zaman, dalam situasi dan kondisi yang berubah-ubah tentu akan menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai permasalahan-permasalahan yang timbul di masyarakat, mulai dari masalah pribadi, keluarga, ekonomi, hukum, dan lain-lain. Disinilah agama islam terbukti sebagai agama yang mampu menjawab segala permasalahan dan sesuai dengan perkembangan zaman. Para ulama mengeluarkan fatwa-fatwa yang bertujuan untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut, mewujudkan kemaslahatan dan mencegah atau menolak berbagai kerusakan bagi umat manusia dengan menyesuaikan pada tujuan syari’at atau disebut dengan maslahah mursalah.
Seluruh hukum yang ditetapkan Allah swt.atas hamba-Nya dalam bentuk suruhan atau larangan adalah mengandung Maslahat. Seluruh suruhan Allah bagi manusia untuk melakukannya mengandung manfaat untuk dirinya baik secara langsung maupun tidak.Begitu pula dengan semua larangan Allah untuk dijauhi manusia.Di balik larangan itu terkandung kemaslahatan, yaitu terhindarnya manusia dari kebinasaan atau kerusakan.
Dari penjelasan tersebut, tampak betapa pentingnya maslahat dalam kehidupan manusia. Apalagi terkait dengan masalah-masalah yang tidak ada petunjuk secara Syar’i baik dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi, maka dengan merujuk kepada kemaslahatan manusia, masalah-masalah tersebut dapat diselesaikan dengan pertimbangan akal, tetapi tidak keluar atau berpaling dari tujuan Syara’. Salah satu bentuk ketetapan hukum yang membahas masalah tersebut disebut dengan Maslahah Mursalah, yang selanjutnya akan dibahas dalam makalah ini.

A.    Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari maslahah mursalah?
2.      Apa saja syarat-syarat dari maslahah mursalah?
3.      Apa saja dasar hukum dari maslahah mursalah?
4.      Apa saja macam-macam maslahah?
5.      Bagaimana kedudukan (kehujjahan) dari maslahah mursalah?
B.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pegertian dari maslahah mursalah
2.      Untuk  mengetahui syarat-syarat dari maslahah mursalah
3.      Untuk mengetahui dasar hukum dari maslahah mursalah
4.      Untuk mengetahui macam-macam maslahah
5.      Untuk mengetahui kedudukan (kehujjahan) dari maslahah mursalah



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Maslahah Mursalah
Maslahah mursalah menurut lugat terdiri atas dua kata yaitu maslahah dan mursalah.
Kata maslahah berasal dari kata kerja bahasa arabصلح- يصلحmenjadiصلحا atauمصلحۃyang berarti sesuatu yang mendatangkan kebaikan. Sedangkan kata Mursalah berasal dari kata kerja yang ditafsirkan sehingga menjadi isim maf’ul, yaitu:
(مرسل)-(ارسالا)-(يرسل)-(ارسل) menjadi (مرسل) yang berarti diutus, dikirim atau dipakai (dipergunakan). Perpaduan dua kata menjadi “Maslahah mursalah” yang berarti prinsip kemaslahatan (kebaikan) yang dipergunakan menetapkan suatu hukum Islam.Juga dapat berarti, suatu perbuatan yang mengandung nilai baik (bermanfaat).[1]
Ada beberapa rumusan definisi yang berbeda tentang Maslahah mursalah ini, namun masing-masing memiliki kesamaan dan berdekatan pengertiannya. Diantara definisi tersebut adalah:
1.      Al-Ghazali dalam kitab al-Mustasyfa
مَالَمْ يَشْهَدْ لَهُ مِنَالشَّرْعِ بِالْبُطْلاَنِ وَلاَبِالْاِعْتِبَارِ نَصٌّ مُعَيَّنٌ
Apa-apa (maslahah) yang tidak ada bukti bagiannya dari syara’ dalam bentuk nash tertentu yang membatalkannya dan tidak ada yang memerhatikannya.
2.      Al-Syaukani dalam kitab Irsyad al-Fuhul memberikan definisi:
الْمُنَا سِبُ الَّدِى لاَيَعْلَمُ اَنَّ الشَّارِعَ اَلْغَاهُ اَوِاعْتَبَرَهُ
Maslahah yang tidak diketahui apakah syari’ menolaknya atau memperhitungkannya.
3.      Ibnu Qudamah dari ulama Hanbali memberi rumusan:
مَالَمْ يَشْهَدْ لَهُ اِبْطَا لٌ وَلاَاِعْتِبَارٌ مُعَيِّنٌ
Maslahat yang tidak ada bukti petunjuk tertentu yang membatalkannya dan tidak pula yang memerhatikannya.
Selain definisi diatas, masih banyak definisi lainnya tentang Maslahah Mursalah, namun karena pengertiannya hampir bersamaan, tidak perlu dikemukakan semuanya.
Dari beberapa rumusan definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan tentang hakikat dari Maslahah Mursalahtersebut, sebagai berikut:
1.      Ia adalah sesuatu yang baik menurut akal dengan pertimbangan dapat mewujudkan kebaikan-kebaikan atau menghindarkan keburukan bagi manusia;
2.      Apa yang baik menurut akal itu, juga selaras dan sejalan dengan tujuan syara’ dalam menetapkan hukum;
3.      Apa yang  baik menurut akal dan selaras pula dengan tujuan syara’ tersebut tidak ada petunjuksyara’secara khusus yang menolaknya, juga tidak ada petunjuk syara’ yang mengakuinya.[2]
Kemaslahatan yang Syar’i adalah kemaslahatan-kemaslahatan yang selaras dengan tujuan syara’ (maqashid syari’ah), dan ditegaskan oleh dalil khusus dari Al-Qur’an atau sunnah, atau ijma’, atau qiyas.[3]
Dengan demikian, Al-Maslahah Mursalah adalah suatu kemaslahatan yang tidak mempunyai dasar dalil, tetapi juga tidak ada pembatalnya. Jika tidak terdapat suatu kejadian yang tidak ada ketentuan syari’at dan tidak ada illat yang keluar dari syara’ yang menentukan kejelasan hukum kejadian tersebut, kemudian ditemukan sesuatu yang sesuai dengan hukum syara’, yakni suatu ketentuan yang berdasarkan pemeliharaan kemadaratan atau untuk menyatakan suatu manfaat, maka kejadian tersebut dinamakan Maslahah Mursalah. Tujuan utamanya adalah kemaslahatan; yakni memelihara dari kemadaratan dan menjaga kemanfaatannya.[4]

B.     Syarat-syarat Maslahah Mursalah
Di dalam Maslahah mursalah terdapat beberapa syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut:
1.      Maslahahmursalah itu adalah maslahah yang hakiki dan bersifat umum, dalam arti dapat diterima oleh akal sehat bahwa ia betul-betul mendatangkan manfaat bagi manusia dan menghindarkan mudarat dari manusia secara utuh.
2.      Yang dinilai akal sehat sebagai suatu maslahah  yang hakiki betul-betul telah sejalan dengan maksud dan tujuan syara’dalam menetapkan setiap hukum, yaitu mewujudkan kemaslahatan bagi umat manusia.
3.      Yang dinilai akal sehat sebagai suatu mashlahah  yang hakiki dan telah sejalan denagan tujuan syara’ dalam menetapkan hukum itu tidak berbenturan dengan dalil syara’yang ada, baik dalam bentuk nashAl-Qur’an dan Sunah, maupun ijma’ ulama terdahulu.
4.      Maslahah mursalah itu diamalkan dalam kondisi yang memerlukan, yang seandainya masalahnya tidak diselesaikan denagan cara ini, maka umat akan berada dalam kesempitan hidup, dengan arti harus ditempuh untuk menghindarkan umat dari kesulitan.[5]

C.    Dasar hukum Maslahah Mursalah
            Ada beberapa dasar hukum Maslahah mursalah, yaitu:
1.      Al-Quranul Karim
Ayat yang dijadikan hujjah adalah surat Yunus 57
يَآءَيُّهَاالنَّاسُ قَدْجَآءتْكُمْ مَّوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِىالصُّدُوْرِوَهُدًى وَرَ حْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ.
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berbeda dalam dada dan petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”

2.      Hadist Nabi
Hadist yang dipakai sebagai kehujjahan Maslahah mursalah adalah sabda Rasul SAW, riwayat dari Ibnu Majah dan Darquthni, yang artinya:
tidak boleh berbuat madlarat dan saling memadlaratkan.
3.      Perbuatan para sahabat dan ulama salaf
Para sahabatpun seperti sahabat, Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab dan juga sebagian imam madzhab telah mensyariatkan aneka ragam hukum berdasarkan prinsip maslahah, selain itu, kehujjahan maslahah mursalah juga didukung oleh dalil-dalil aqliyah seperti yang dikemukakan oleh Abdul Wahab Kholaf yang menyatakan bahwa kemaslahatan manusia itu selalu actual dan tidak ada habisnya, oleh karena itu jika tidak ada syariah hukum yang berkenaan dengan masalah baru yang terus berkembang dan pembentukan hukum hanya berdasarkan prinsip yang mendapat pengakuan Syar’i saja, maka pembentukan hukum akan berhenti dan kemaslahatan yang dibutuhkan manusia disetiap masa dan tempat akan terabaikan.[6]

D.    Macam-macam Maslahah Mursalah
Ulama Ushul membagi maslahah menjadi beberapa bagian, dilihat dari beberapa segi yaitu:
1.      Dari segi kekuatannya sebagai hujjah dalam menetapkan hukum, maslahah ada tiga macam, yaitu:
a.     Maslahah Dhururiyah(المصلحةالضرورية)
Adalah kemaslahatan yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh kehidupan manusia, artinya, kehidupan manusia tidak punya arti apa-apa bila satu saja dari prinsip yang lima itu tidak ada.[7]Atau dapat pula diartikan sebagai perkara-perkara yang menjadi tempat tegaknya kehidupan manusia, yang bila ditinggalkan, maka rusaklah kehidupan, merajalelalah kerusakan, timbullah fitnah, dan kehancuran yang hebat. Perkara-perkara ini dapat ini dapat dikembalikan kepada lima perkara yang merupakan perkara pokok yang harus dipelihara, yaitu: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Di antara Syari’at yang diwajibkan memelihara agama adalah kewajiban jihad (berperang membela agama) untuk mempertahankan akidah Islamiyah.
Di antara Syari’at yang diwajibkan untuk memelihara jiwa adalah kewajiban untuk berusaha memperoleh makanan, minuman, dan pakaian untuk mempertahankan hidupnya.
Di antara Syari’at yang diwajibkan untuk memelihara akal adalah kewajiban untuk meninggalkan minum khamar dan segala sesuatu yang memabukkan
Di antara Syari’at yang diwajibkan untuk memelihara keturunan adalah kewajiban untuk menghindarkan diri dari berbuat zina.
Di antara Syari’at yang diwajibkan untuk memelihara harta adalah kewajiban untuk menjauhi pencurian.[8]
b.    Maslahah Hajiyah(المصلحةالحاجية)
Adalah kemaslahatan yang tingkat kebutuhan hidup manusia kepadanya tidak berada pada tingkat dharuri. Bentuk kemaslahatannya  tidak secara langsung bagi pemenuhan kebutuhan pokok yang lima (dharuri), tetapi secara tidak langsung menuju ke arah sama seperti dalam hal yang memberi kemudahan bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Contohnya; menuntut ilmu agama untuk tegaknya agama, makan untuk kelangsungan hidup, dan lain-lain.[9]
Hajiyah ini tidak rusak dan terancam, tetapi hanya menimbulkan kepicikan dan kesempitan, dan hajiyah ini berlaku dalam lapangan ibadah, adat, muamalat, dan bidang jinayat.
Dalam hal ibadah misalnya, qashar shalat, berbuka puasa bagi yang musafir.Dalam hal adat dibolehkan berburu, memakan, dan memakai yang baik-baik dan yang indah-indah.Dalam hal muamalat, dibolehkan jual beli secara salam, dibolehkan talak untuk menghindarkan kemaslahatan dari suami istri.Dalam hal uqubat/jinayat, menolak hudud lantaran adalah kesamaan-kesamaan pada perkara.
Hajiyah ini, memelihara kemerdekaan pribadi, kemerdekaan beragama.Sebab dengan adanya kemerdekaan pribadi dan kemerdekaan beragama, luaslah gerak langkah hidup manusia.Melarang/mengharamkan rampasan dan penodongan termasuk juga ke dalam lingkungan hajiyah.[10]
c.     Maslahah Tahsiniyah(المصلحةالتحسينسة)
Adalah maslahah yang kebutuhan hidup manusia kepadanya tidak sampai tingkat dharuri, juga tidak sampai tingkat hajiyah, namun kebutuhan tersebut perlu dipenuhi dalam rangka memberi kesempurnaan dan keindahan bagi hidup manusia.
2.      Dari adanya keserasian dan kesejalanan anggapan baik oleh akal dengan tujuan syara’ dalam menetapkan hukum. Maslahah terbagi menjadi tiga jenis:
a.      Maslahah Al-Mu’tabarah
Adalah maslahah yang diperhitungkan oleh syari’.Maksudnya, ada petunjuk dari syari’, baik langsung maupun tidak langsung, yang memberikan petunjuk pada adanya maslahah yang menjadi alasan dalam menetapkan hukum. Dari langsung tidak langsungnya petunjuk (dalil) terhadap Maslahah tersebut, maslahah  terbagi dua yaitu:
·         Munasib Mu’atstsir
·         Munasib Mulaim
b.      Maslahah Al-Mulghah atau Maslahah yang ditolak
Adalah Maslahah yang dianggap baik oleh akal, tetapi tidak diperhatikan oleh Syara’ dan ada petunjuk Syara’ yang menolaknya. Hal ini berarti akal menganggapnya baik dan telah sejalan dengan tujuan Syara’, namun ternyata Syara’ menetapkan hukum yang berbeda dengan apa yang dituntut oleh maslahah itu.
c.       Maslahah Al-Mursalah atau yang disebut istshlah
Adalah apa yang dipandang baik oleh akal, sejalan dengan tujuan Syara’ dalam menetapkan hukum, namun tidak ada petunjuk Syara’ yang memperhitungkannya dan tidak ada pula petunjuk Syara’ yang menolaknya.[11]


E.     Kedudukan (kehujjahan) maslahah mursalah
Dalam kehujjahan Maslahah Mursalah, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama ushul di antaranya:
a.       Maslahah mursalah tidak dapat menjadi hujjah/dalil menurut ulama-ulama Syaf’iyyah, ulama-ulama Hanfiyyah, dan sebagian ulama malikiyah, seperti Ibnu Hajib dan ahli zahir.
b.      Maslahah mursalah dapat menjadi hujjah/dalil menurut sebagian ulama Maliki dan sebagian ulama Syafi’i, tetapi harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh ulama-ulama ushul. Jumhur Hanafiyyah dan Syafi’iyyah mensyaratkan tentang Maslahah ini, hendaknya dimasukkan di bawah qiyas, yaitu bila terdapat hukum ashl yang dapat diqiyaskan kepadanya dan juga terdapat illat mudhabit (tepat), sehingga dalam hubungan hukum itu terdapat tempat untuk merealisir kemaslahatan yang dibenarkan syara’, tetapi mereka lebih leluasa dalam menganggap Maslahah yang dibenarkan syara’, karena luasnya pengetahuan mereka dalam soal pengakuan syar’i (Allah) terhadap illat sebagai tempat bergantungnya hukum, yang merealisir kemaslahatan.
c.       Imam AL-Qarafi berkata tentang Maslahah Mursalah:
sesungguhnya berhujjah dengan Maslahah Mursalah dilakukan oleh semua mazhab, karena mereka melakukan qiyas dan mereka membedakan antara satu dengan lainnya karena adanya ketentuan-ketentuan hukum yang mengikat.”[12]
Terdapat dua alasan ulama yang menjadikan Maslahah Mursalahsebagai hujjah, yaitu sebagai berikut:
·         Kemaslahatan umat manusia itu selalu baru dan tidak ada habisnya.
·         Orang yang mau meneliti penetapan hukum yang dilakukan para sahabat Nabi, tabi’in dan imam-imam mujtahid akan jelas bahwa banyak sekali hukum yang mereka tetapkan demi menerapkan kemaslahatan umum, bukan karena ada saksi dianggap oleh syari’.[13]
















BAB III
PENUTUP


A.      Kesimpulan
Al-Maslahah Mursalah adalah suatu kemaslahatan yang tidak mempunyai dasar dalil, tetapi juga tidak ada pembatalnya.
Syarat-syarat Maslahah mursalah:
1.      Maslahahmursalah itu adalah maslahah yang hakiki dan bersifat umum, dalam arti dapat diterima oleh akal sehat.
2.      Yang dinilai akal sehat sebagai suatu maslahah  yang hakiki betul-betul telah sejalan dengan maksud dan tujuan syara’ dalam menetapkan setiap hukum.
3.      Yang dinilai akal sehat sebagai suatu mashlahah  yang hakiki dan telah sejalan denagan tujuan syara’ dalam menetapkan hukum itu tidak berbenturan dengan dalil syara’yang ada.
4.      Maslahah mursalah itu diamalkan dalam kondisi yang memerlukan, yang seandainya masalahnya tidak diselesaikan denagan cara ini, maka umat akan berada dalam kesempitan hidup, dengan arti harus ditempuh untuk menghindarkan umat dari kesulitan.
Macam-macam maslahah:
1.      Dari segi kekuatannya sebagai hujjah dalam menetapkan hukum, maslahah ada tiga macam, yaitu:
·         Maslahah Dhururiyah (المصلحةالضرورية)
·         Maslahah Hajiyah (المصلحةالحاجية)
·         Maslahah Tahsiniyah (المصلحةالتحسينسة)
2.      Dari adanya keserasian dan kesejalanan anggapan baik oleh akal dengan tujuan Syara’ dalam menetapkan hukum. Maslahah terbagi menjadi tiga jenis:
·           Maslahah Al-Mu’tabarah
·           Maslahah Al-Mulghah
·           Maslahah Al-Mursalah
B.      Saran
Dengan dibuatkan makalah Maslahah Mursalahdiharapkan pembaca dapat memahami serta mengerti apa yang dijelaskan dalam makalahini.kami menyampaikansemoga pembaca tidak menyalahgunakan pengertian dan memahami maksud dari Maslahah Mursalah.
Makalah ini kami buat sesuai sumber dan refrensi dari buku yang kami baca namun kami menyadari banyak ketidak sempurnaan dalam makalah ini. Oleh karena itu, jika pembaca mendapatkan sumber-sumber atau refrensi lain yang dapat menunjang perbaikan makalah ini, kami ucapkan mohon maaf jika ada kesalahan penulisan dalam penulis


DAFTAR PUSTAKA

·         Syarifuddin, Amir.Ushul Fiqih Jilid 2. Jakarta: Kencana. 2008.
·         Syafe’i, Rahmat.Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: CV Pustaka Setia.2015.
·         Uman, Chairul.Ushul Fiqih 1. Bandung: CV Pustaka Setia. 1998.
·         Wahhab Khallaf, Abdul. Ilmu Ushul Fikih. Jakarta: Pustaka Amani.2003.
·         ‘Al Abdul, Hayy Abdul. Pengantar Ushul Fiqih. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2014.




[1]Chaerul Umam, Ushul Fiqih 1 (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), hlm. 135.
[2]Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2 (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 377-379.
[3]Abdul Hayy Abdul ‘Al, pengantar ushul fiqih (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014), hlm.314.
[4]Rahmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 117.
[5]Ibid.hlm.383
[7]Ibid.hlm. 371.
[8]Ibid. hlm.138-139.
[9]Ibid. hlm.371-372.
[10]Ibid. hlm. 140.
[11]Ibid. hlm.372-376.
Ibid. hlm. 141-142.
[13]Ibid. hlm. 112.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar